Peradaban dunia banyak di bangun dari peradaban sungai. Begitu
pentingnya sungai sebagai patner dalam membangun peradaban maka
peradaban yang mahsyur adalah yang berkomitmen dan kosisten dalam
menjaga, menggunakan dan memanfaatkan sungai sebagai sarana kehidupan.
Bagaimana sungai menyediakan air minum dan kebutuhan air dalam
keseharian, sungai yang di gunakan sebagai jalur transportasi dan sungai
di gunakan pula untuk mengairi perkebunan dan pertanian. Sudah
selayaknya anak negeri ini banyak belajar tentang manajemen sungai agar
potensi sungai yang jumlahnya ribuan di negara ini tidak terbuang
percuma dan hanya menjadi masalah saja ketika musim hujan dan kemarau.
Seperti kebudayaan Mesir yang tergantung pada sungai Nil, Mesopotamia
yang tergantung akan Sungai Eufrat dan Tigris, China yang tergantung
akan sungai Kuning, Mahejaro Harrappa tergantung akan sungai Gangga maka
di Indonesia juga seperti itu.bagaimana kebudayaan Maritim Sriwijaya di
bangun oleh manajemen Sungai Musi dan Batanghari, Bagaimana kebudayaan
Mataram di bangun oleh sungai Bengawan Solo, Bagaimana kebudayaan Kediri
dan Majapahit di bangun oleh manajemen yang baik dari sungai Brantas,
bagaimana kebudayaan Tarumanegara dibangun manajemen yang baik dari
sungai Citarum dan Ciliwung.Samapai saat ini sangat sedikit literatur
dan guru yang memahami kebudayaan dan manajemen Sungai di Negeri ini,
kalaupun ada banyak dari mereka belajar pada Negara Hindia Belanda yang
sebenarnya terfokus pada pembendungan dan kanal karena struktur tanahnya
yang dibawah air laut.Sedang di Indonesia sangat berbeda karena
struktur tanah yang bervariasi. Maka sudah selayaknya lah penelitian dan
pengembangan Manajemen Sungai di kembangkan secara besar-besaran agar
Bangsa ini tidak memnganggap sungai sebagai sumber masalah dan bencana,
hanya tempat membuang sampah serta kufur nikmat kepada Tuhan yang telah
menganugerahi begitu banyaknya sungai di negeri ini.
Pembangunan kota peradaban Indonesia masa lampau selalu di awali dari
pembagunan saluran air terlebih dahulu kolam penampungan terlebih
dahulu. Masyarakat Indonesia
tempo dulu percaya bahwa air dan manajemen air adalah peran utama dalam
pembangunan kota bukan sebaliknya bahwa membangun pemukiman terlebih
dahulu baru kemudian membuat
saluran dan kolam penampungan air. Jika kita mempelajari seksama 2
kerajaan besar Maritim yang ada di Indonesia yaitu Kerajaan Sriwijaya
yang reruntuhan kota kunonya di daerah Karang Anyar Palembang dan
Kerajaan Majapahit yang reruntuhan kota kunonya di daerah Trowulan,
melalui citra satelit akan dapat kita ketahui dan kita lihat begitu
teraturnya bentuk-bentuk saluran air di Reruntuhan kedua kota
tersebut.Dan kesamaan dari tempat kedua kota tersebut bahwa penempatan
kota di sebelah sungai besar dan jarak ke muara Sungai adalah kisaran
antara 60 – 90 km.
Begitu pentingnya sungai sebagai sarana transportasi hingga jarang
sekali terdengar bahwa kerajaan-kerajaan atau peradaban-peradaban kuno
melakukan pembangunan jalan.yang terbanyak adalah pembangunan bendungan,
pembangunan saluran air, penggalian sungai baru dan pembangunan
pelabuhan.Maka dari informasi-informasi seperti inilah dapat di
simpulkan kecenderungan peradaban yang selalu memfokuskan pada budaya
maritim dan budaya sungai. Cara pandang dan wawasan lingkungan yang
selalu mengagungkan air sebagai sumber kehidupan sangatlah besar. Namun
orientasi pembangunan di Indonesia saat ini sangat mengagungkan
pembangunan jalan raya, jalan by pass dan jalan yang nota bene merupakan
cara berfikir deandels yang selalu mengagungkan cara
berfikir jalan raya pos sebagai pertahanan keamanan dan ekonomi.
Deandels berfikir demikian karena dia belajar dari cara berfikir Bangsa
Perancis yang kala itu melakukan penaklukan ke seluruh negeri-negeri di
Eropa kecuali ke Negara Inggris dengan jalan pembuatan jalan-jalan pos
agar memudahkan pasukan infanterinya melakukan peperangan, pergerakan
dan penaklukan. Namun di Laut mereka kalah total dengan pasukan Inggris.
Begitu pula yang terjadi di Indonesia ketika lautan sudah banyak yang di
kuasai oleh pasukan Inggris yang menguasai lautan dunia pada waktu itu
dan berpusat di Bengkulu maka Deandles pun berfikir satu-satunya jalan
yaitu pembangunan Jalan Raya Pos agar memudahkan pengangkutan pasukan,
logistik dan kebutuhan ekonomi. Deandles pun membangun Jalan Raya Pos
Anyer Panarukan sepanjang 1.000 km yang mengorbankan ribuan rakyat
indonesia sebagai korban kerja paksa. Namun pada akhirnya pun Jawa jatuh
ke tangan Inggris.Bagaimanapun juga sistem pertahanan dan penyerangan
secara kelautan masih memenangkan pertempuran.Efek yang paling utama
dari pembangunan Jalan Raya pos ini adalah kembalinya mematikan budaya
transport sungai dan bahari serta matinya kota-kota pelabuhan yang
sebelumnya ramai dengan jasa angkut komoditi salah satu contohnya adalah
Panarukan dan Rembang serta hancurnya Industri perkapalan Bangsa
Indonesia.Yang jadi pertanyaan adalah mengapa hasil fikir deandles yang
demikian mundur peradabannya harus di anut terus sampai saat ini.
Era jalan pos raya adalah era jawa baru, era yang menandai surut dan
matinya Budaya maritim dan sungai di masyarakat Jawa ini.Era ini di
ikuti budaya kapitalisme, industrialisasi dan liberalisme, mobilitas
rakyat semakin meningkat namun hanya meningkat saja tidak di ikuti
perbaikan ekonomi secara global, mulai munculnya budaya-budaya corparate ( perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak), pemerasan
rakyat secara masif berlangsung lebih kejam termsuk yang di pekerjaan
sebagai buruh tani dan buruh perkebunan, hilangnya jiwa mandiri suatu
daerah di karenakan mulai munculnya spesialisasi daerah yang menimbulkan
ketergantungan masyarakat satu ke masyarakat lain karena tingginya
mobilitas, banyak budaya-budaya lokal mulai hilang di karenakan kontak
dagang dan sosial dimana masyarakat masih terlihat latah hingga mudah
meniru budaya masyarakat lainnya, rusaknya sumber daya alam karena
eksploitasi besar-besaran di karenakan akses jalan yang sudah
terbentuk.bagaimanapun juga pembangunan suatu jalan akan di ikuti oleh
pembangunan badan jalan, tidak lagi masyarakat mengenal hutan sebagai
hutan angker atau singit karena itu adalah cara khas agar orang tidak
merusak hutan.
Semakin banyak tanah yang tertutup bangunan maka tanah
tidak akan bisa bernafas, asupan oksigen berkurang, daya resap airnya
hilang, dan yang jelas berkurangnya tumbuhan-tumbuhan penghasil
oksigen.Oleh karena itu nenek moyang kita mengapa membangun rumah
panggung di samping alasan agar aman dari binatang liar selain itu pula
rumah panggung adalah rumah yang ramah lingkungan dimana hanya sebagian
kecil tanah yang di tutupi oleh bangunan yaitu hanya soko dasar yang
menompang rumah.
Hutan yang dulunya asri mulai di gunduli di ganti dengan tanaman
perkebunan dan pertanian yang menghasilkan banyak devisa dan ekonomi
hanya dinikmati oleh sebagian kalangan saja.Semua dilakukan atas nama
perbaikan baik itu untuk perekonomin Belanda sebagai penjajah maupun
perekonomian Indonesia sebagai Negara Jajahan yang kala itu kas negara
kosong karena baik Belanda maupun Indonesia menghadapi
efek domino dari revolusi Perancis.Pertambangan di eksploitasi
besar-besaran namun hasilnya bagi masyarakat sekitar tidak ada.Meskipun
usaha-usaha itu yang menjadi cikal-bakal BUMN di Indonesia namun setelah
sekian ratus tahun budaya mereka masih tidak berubah. BUMN Indonesia
masih hanya untuk kalangan tertentu.
Budaya Sungai mulai di tinggalkan dan musnah.Tidak ada lagi kapal yang
mengangkut komoditas yang lalu lalang di sungai – sungai jawa kecuali
rakit yang mencari ikan atau penambangan pasir.Sungai hanya menjadi
tempat membuang limbah dan sampah yang kalau dia manusia pasti dia
menjerit meminta
tolong.Sedimentasinya semakin tinggi karena hutan di
hulu sungai di gunduli.Perannya semakin di gantikan jalan-jalan raya dan
jalan tol. Maka sudah saatnya para pemangku negeri ini dan masyarakat
umum kembali menggali, menghidupkan dan menjalankan kebudayaan sungai
sebagai budaya dan peradaban bangsa Besar.
sumber http://yasirmaster.blogspot.com
Agung P
sumber http://yasirmaster.blogspot.com
Agung P
Tidak ada komentar:
Posting Komentar