Wacana penyatuan zona waktu di Indonesia menjadi GMT+8 atau menjadi hanya Waktu Indonesia Bagian Tengah
(WITA) memiliki banyak keuntungan. Dampak penyatuan waktu menguntungkan
dari aspek ekonomi, sistem pendidikan dan kesempatan kerja.
Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) bahkan mengusulkan 28 Oktober 2012
menjadi dimulainya penyaturan waktu tersebut. Zona waktu adalah
berdimensi kepada persaingan strategi global. Zona waktu itu harus
dimulai 28 Oktober 2012, kalau tidak Indonesia akan kalah.
Kenapa 28 Oktober menjadi pilihan KP3EI, karena berbarengan dengan hari bersejarah yakni Hari Sumpah Pemuda.
Alasan kedua, pada tanggal 28 Oktober 2012 tepat di hari Minggu dan
dianggap memiliki beban lebih kecil dibandingkan hari-hari lain.
Tapi sayang, pemerintah sendiri akhirnya batal memberlakukan penyatuan zona waktu pada 28 Oktober mendatang. Pemerintah mengaku sulit menerapkan penyatuan zona waktu tanpa persiapan yang matang. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, untuk menyatukan zona waktu di Indonesia bukan hal yang mudah. Pasalnya, banyak langkah sosial yang harus dilakukan.
Penetapan penyatuan zona, tambah Hatta, tidak dapat dilaksanakan pada 28
Oktober seperti yang telah ditetapkan pemerintah sebelumnya. Selain
itu, Hatta pun mengaku masih ada beberapa pihak yang menolak rencana
tersebut.
Padahal, kajian penyatuan Zona Satu Waktu GMT+8 NKRI sudah dilakukan oleh Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) sejak
2004-2008 lalu dengan tema penyesuaian wilayah waktu kaitannya dengan
penghematan energi (Listrik). Hal ini berdasarkan isu hangat yang
berkembang di masyarakat soal hemat energi, khususnya energi listrik
yang kemudian menjadi Instruksi Presiden. Pertimbangan penyatuan zona
waktu didasarkan pada pertimbangan kondisi geografis, politik, sosial
budaya, ekonomi, hankam dan agama. Selain itu juga keuntungan penyatuan
zona waktu akan berdampak pada penghematan energi.
Penyatuan waktu antara Indonesia barat, tengah, dan timur diyakini akan dapat mengangkat 20% PDB (Produk Domestic Bruto) Indonesia.
Sebab ada angkatan kerja berjumlah 190 juta orang yang akan melakukan
pekerjaannya secara bersama-sama. Indonesia sering kalah dengan negara
lain dalam hal transaksi bisnis. Seperti jadwal terbang Garuda yang satu jam lebih lambat dari maskapai lain, karena perbedaan waktu tersebut. Bursa Efek Indonesia (BEI) juga kalah satu jam dengan bursa efek di Hong Kong, dan Shanghai China.
Sementara transsaksi di Bank Indonesia (BI), para pelaku pasar uang di
Papua dan Maluku tidak memiliki waktu yang cukup untuk saling
bertransaksi dengan pelaku pasar di daerah Indonesia Barat. Karena
pusat bursa efek dan perbankan berada di wilayah Barat, pelaku bisnis
Papua dan Maluku harus merelakan waktunya terbuang dua jam secara
percuma menunggu lapak transaksi.
Sumber : Dirangkum dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar