Dua tahun lalu, dunia dikejutkan oleh pembunuhan Mahmud al-Mabhuh,
salah satu pendiri Brigade Izzudin al-Qassam (sayap militer Hamas). Ia
tewas di tempatnya menginap, kamar 230 Hotel Al Bustan Rotana, Dubai,
Uni Emirat Arab, 19 Januari. 2010.
Hamas langsung menunjuk Mossad (dinas rahasia luar negeri Israel)
sebagai dalangnya. Sekitar sepekan setelah Mabhuh terbunuh, seorang
pejabat senior Hamas di Ibu Kota Damaskus, Suriah, menghubungi Kepala
Kepolisian Dubai Letnan Jenderal Dhahi Khalfan Tamim untuk memberitahu
korban adalah orang Hamas.
Tamim malah memaki dan menuduh Hamas telah menjadikan Dubai medan tempur
bagi spionase dan terorisme. “Kemasi diri, rekening bank, senjata, dan
paspor palsu Anda, serta keluar dari negara saya,” kata Tamim seperti
dikutip sejumlah sumber intelijen Eropa.
Namun setelah mempelajari rekaman kamera CCTV (televisi sirkuit
tertutup) dan data orang keluar masuk Dubai sebelum dan sesudah insiden
itu, Kepolisian Dubai berkesimpulan Mabhuh dibunuh oleh Mossad. Laporan
awal polisi menyebutkan para pembunuh lebih dulu menyuntikkan racun ke
Mabhuh, baru dibekap dengan bantal. Racun disuntikkan kemungkinan besar
succinylcholine. Dalam dosis besar dapat mengakibatkan lumpuh total,
nafas tersengal, dan berujung pada kematian. Menurut para ahli, racun
ini baru bisa diketahui setelah korban telah lama terbunuh.
Staf laboratorium forensik Kepolisian Dubai, Said Hamiri, mengungkapkan
para penyidik menemukan percikan darah di bantal, hidung, wajah, dan
leher Mabhuh. Terdapat pula bekas suntikan di paha kanannya. Kepala
tempat tidur juga rusak. Semua ini menunjukkan lelaki kelahiran kamp
Jabaliyah, Gaza, pada 1960 ini melawan.
Seperti misi-misi sebelumnya, Operasi Dubai ini dilakoni oleh anggota
Caesarea, pasukan elite dalam Mossad. Caesarea selalu diterjunkan dalam
misi-misi kritis dan berbahaya, seperti pembunuhan, sabotase, atau
menyusup ke dalam instalasi sangat ketat pengamanannya.
Anggota Caesarea jarang berhubungan dengan agen Mossad lainnya. Kantor
mereka pun terpisah dari markas Mossad di utara Ibu Kota Tel Aviv.
Mereka menjalani latihan intensif di fasilitas khusus tidak boleh
dimasuki sembarang orang.
Seluruh anggota Caesarea dilarang menggunakan nama asli mereka, termasuk
dalam pembicaraan pribadi, kecuali dengan istri atau suami mereka.
Keluarga dan orang terdekat lainnya bahkan tidak mengetahui pekerjaan
mereka sesungguhnya. “Jika Mossad adalah kuil komunitas intelijen
Israel, Caesarea adalah paling suci,” kata seorang anggota Caesarea.
Mabhuh telah masuk daftar incaran Mossad sejak 1989 setelah ia bersama
Muhammad Nassir alias Abu Sahib menculik dan membunuh dua tentara Israel
di Gurun Negev, selatan negara Zionis itu. “Kami menyamar sebagai
Yahudi religius dengan kippa di kepala kami seperti rabbi,” ujar Mabhuh
dalam sebuah wawancara khusus dengan stasiun televisi Aljazeera.
Majalah GQ melaporkan Nassir akhirnya bersedia menyerahkan sketsa peta
pembunuhan ditukar dengan peghapusan namanya dari daftar sasaran Mossad.
Sketsa itulah yang membuat mayat satunya lagi baru bisa ditemukan tujuh
tahun kemudian.
Bukan sekadar balas dendam atas kematian dua serdadunya, Israel menilai
Mabhuh orang paling berbahaya dan harus dilenyapkan. Mabhuh diberi nama
sandi 'Layar Plasma' oleh Mossad, berperan membiayai dan merencanakan
pengeboman bunuh diri di negara Yahudi itu. Ia juga menyelundupkan roket
dan senjata canggih ke Jalur Gaza sejak permulaan intifadah kedua tahun
2000. Ia juga dikenal dekat dengan Pasukan Quds, bagian dari Garda
Revolusi Iran, yang mendukung Hamas.
Dalam Mossad, perintah membunuh seseorang dikenal dengan kode 'Halaman
Merah'. Perintah ini tidak memiliki batas waktu hingga dinyatakan
dibatalkan. Halaman Merah ini ditandatangani oleh perdana menteri dan
menteri pertahanan Israel.
Mossad pernah dua kali gagal menghabisi Mabhuh, pertama lewat bom mobil
di Ibu Kota Beirut, Libanon. Terakhir dengan cara diracun di Dubai,
yakni pada November 2009. Tapi tidak diketahui, apakah racun itu ditaruh
dalam minuman atau makanan Mabhuh. Yang pasti, ia koma selama sebulan.
Setelah sembuh, ayah empat anak ini tidak pernah sadar pernah diracuni
oleh agen Mossad.
Agar tidak terulang, tim yang sama lima kali bolak-balik Dubai dalam
sembilan bulan untuk mempersiapkan misi rahasia ini. Mossad juga
mengawasi Mabhuh melalui surat elektronik dan kegiatannya di dunia maya.
Penyadapan itu dilakukan setelah mereka membayar pengawal Mabhuh untuk
memasukkan virus Kuda Troya ke komputer jinjing Mabhuh. Namun Hamas
membantah ada anggotanya berkhianat.
Mabhuh sering bepergian sendiri dengan identitas palsu dan mempunyai
lima paspor. Dalam paspor Palestina miliknya, tertulis nama Mahmud Abdul
Rauf Muhammad dengan pekerjaan pedagang. Mossad memilih Dubai sebagai
lokasi membunuh Mabhuh karena dianggap lebih mudah ketimbang
negara-negara lain kerap ia kunjungi. Mabhuh yang menetap di Suriah
secara rutin mengunjungi Iran, Sudan, dan China. Mabhuh sudah empat kali
ke Dubai, yakni pada Februari, Maret, Juni, dan November 2009.
Dalam kamus Mossad, ada dua jenis negara tempat beroperasi, yakni negara
pangkalan dan negara sasaran. Negara pangkalan berada di negara-negara
Barat, seperti di Amerika Serikat dan Eropa. Di lokasi ini, operasi
lebih mudah dijalankan dan banyak jalan keluar dalam keadaan darurat.
Tempat berlindung pamungkas adalah Kedutaan Besar Israel di negara itu.
Jika ada anggota Mossad ditangkap di negara pangkalan, bisa dibebaskan
melalui perundingan dengan dinas intelijen setempat.
Negara sasaran adalah negara-negara musuh yang kebanyakan negara-negara
Arab. Di sini, risiko menjalankan misi sangat berbahaya. Tidak mudah
untuk kabur atau mencari kedutaan asing mau melindungi. Bila tertangkap,
bisa disiksa, dipenjara, atau bahkan dibunuh. “Dalam tipe pembunuhan
macam ini, ketika target tidak berada di negaranya dan melakukan
kegiatan rutin, dialah yang menentukan bagaimana dan kapan ia akan
dibunuh,” kata seorang veteran Caesarea.
"Lihat," kata Kepala polisi Dubai. "Ada Gail dan Kevin." Dalam tayangan
video, polisi ini menunjukkan video kompilasi dari kamera keamanan yang
menunjukkan peristiwa pembunuhan sekitar operasi Hamas Mahmoud
al-Mabhouh.
Inilah kronologi pembunuhan petinggi Hamas, yang menggegerkan dunia berdasar waktu:
Senin, 18 Januari 2010
06.45
Rombongan awal Caesarea tiba di Bandar Udara Internasional Dubai dan berkeliling kota menunggu perintah selanjutnya. Dalam 19 jam, 27 agen Mossad dengan identitas palsu, kecuali Michael Bodenheimer yang berpaspor Jerman, sampai di sana dari Zurich (Swiss), Roma (Italia), Paris (Prancis), dan Frankfurt (Jerman).
Selasa, 19 Januari 2010
Tiga anggota tim beridentitas palsu: Gail Folliard, Kevin Daveron, Peter
Elvinger, dan akan memimpin misi, mendarat di Dubai sebelum subuh.
Mereka lantas tinggal di hotel terpisah. Kebanyakan anggota tim memakai
kartu kredit disebut Payoneer. Hanya Folliard dan Daveron membayar hotel
secara tunai. Mereka mengetahui Mabhuh akan sampai di Dubai hari ini
pukul 15.00.
10.30
Peter Elvinger (tersangka pembunuh) dan lima anggota tim jalan-jalan di sebuah pusat belanja.
11.30
Mereka berpencar.
13.30
Kevin Daveron meninggalkan kamarnya menuju lokasi pertemuan telah ditentukan, yakni lobi hotel lain yang tidak diinapi oleh anggota tim. Ia berjalan melalui lobi hotel netral dan langsung menuju kamar mandi. Setelah keluar, ia tidak lagi botak dan memakai kaca mata.
Gail Folliard juga keluar dari kamarnya menuju tempat rapat dan masuk ke kamar mandi dipakai Daveron. Ia muncul dengan rambut palsu. Dari seluruh anggota tim, hanya Daveron dan Folliard yang berganti penampilan.
14.30
Regu pengintai ditempatkan di pintu masuk tiap hotel pernah diinapi Mabhuh. Sebuah tim juga berjaga di bandara untuk membuntuti Mabhuh dalam perjalanan ke pusat kota.
15.25
Dua pria agen Mossad berdiri di lobi Hotel Al Bustan Rotana, dengan pakaian tenis sambil memegang raket. Mereka melapor ke tim komando sasaran mereka telah tiba di hotel dan sedang mendaftar di resepsionis. Kabar itu segera disebar ke seluruh anggota tim. Mereka lantas menuju sebuah pusat belanja dekat Hotel Al Bustan untuk rapat.
Mabhuh kemudian masuk lift, naik ke lantai dua. Dua agen Mossad itu segera menyusul dan berada di lift yang sama. Dalam jarak aman, salah satu dari mereka mengikuti Mabhuh berjalan di koridor menuju kamarnya nomor 230.
16.00
Tim komando, tanpa Elvinger, bergegas ke Hotel Al Bustan. Sedangkan Elvinger naik taksi ke hotel lain. Dari ruang bisnis, ia menelepon Hotel Al Bustan, memesan kamar 237 untuk semalam yang berada di depan kamar Mabhuh. Ia juga memesan tiket penerbangan malam menuju Zurich lewat Qatar.
Dari lobi, tim pengintai melaporkan Mabhuh keluar ke pusat belanja dekat hotel, tempat seluruh anggota tim Mossad bertemu sebelumnya.
Menurut sumber-sumber di intelijen Israel, di sana Mabhuh menemui seorang bankir yang selama ini membantu ia mendapatkan pelbagai senjata. Ia juga bertemu kontaknya dari Garda Revolusi Iran untuk membahas pengiriman dua kapal berisi senjata pesanan Hamas bulan depan.
16.27
Peter Elvinger memasuki lobi Hotel Al Bustan membawa sebuah koper kecil. Ia berjalan menuju Kevin Daveron yang sedang duduk. Lantas ia meletakkan koper itu di samping Daveron dan ke resepsionis untuk mendaftar dan mengambil kunci kamar 237 yang telah dipesan. Ia kembali ke Daveron dan menyerahkan kunci kamar 237, lantas meninggalkan hotel tanpa membawa kopernya.
Peran Elvinger dalam operasi itu berakhir. Pukul 19.30 ia sudah di bandara untuk meninggalkan Dubai. Daveron dan Folliard memimpin misi hingga selesai.
16.45
Daveron masuk lift membawa koper diberikan Elvinger menuju lantai dua. Beberapa menit berselang, Folliard tiba di Hotel Al Bustan dan langsung ke kamar 237.
17.36
Satu anggota tim masuk ke lobi Hotel Al Bustan mengenakan topi bisbol. Beberapa menit kemudian ia keluar dari lift dengan rambut palsu masuk ke kamar 237.
18.30
Empat anggota tim tiba di Hotel Al Bustan dan langsung ke kamar 237. Dua dari empat pria itu membawa tas dan semuanya memakai topi bisbol yang menutupi sebagian wajah mereka.
18.45
Tim pengintai di lobi Hotel Al Bustan diganti. Mereka telah empat jam duduk di sana dengan pakaian tenis dan raket di tangan.
20.00
Tujuh anggota tim berkumpul di kamar 237 mulai bergerak. Daveron dan Folliard berjaga di koridor. Satu lagi membuka kode kunci elektonik kamar 230 yang dihuni Mabhuh.
Mereka sempat merasa terganggu oleh kehadiran seorang tamu hotel baru keluar lift di lantai dua. Daveron dengan cepat menghampiri dia dan menghalangi pandangannya ke arah satu anggota tim sedang membuka pintu kamar 230. Dengan ogah-ogahan, ia mengajak tamu itu berbincang. Ketika tamu itu pergi, pintu kamar 230 berhasil dibuka. Daveron dan Folliard kembali ke kamar 237 dan lima anggota tim lainnya memasuki kamar 230 menunggu Mabhuh.
20.24
Mabhuh tiba di hotel dan langsung ke kamarnya. Ia sempat berpapasan dengan Daveron yang berdiri di luar lift dan Folliard di koridor. Namun ia tidak curiga. Segera setelah ia masuk kamar, Daveron dan Folliard berjaga-jaga.
20.44
Lima anggota tim keluar dari kamar Mabhuh. Mereka sempat berkumpul sebentar di kamar 237, kemungkinan besar membahas operasi telah dijalankan dan melapor ke pusat komando di luar Dubai.
Mereka lantas keluar dari kamar 237. Folliard bergandengan dengan satu anggota tim. Daveron paling terakhir meninggalkan kamar itu. Empat jam kemudian, kebanyakan dari anggota tim sudah keluar dari Dubai.
Rabu, 20 Januari 2010
13.30
Seorang petugas hotel menemukan mayat Mabhuh dalam kamarnya. Hamas langsung mengirim seorang anak buah Mabhuh untuk memastikan kejadian itu.
Terbunuhnya Mahmud al-Mabhuh menambah panjang daftar keberhasilan Mossad
yang dipimpin Meir Dagan sejak 2002. Ia dikenal brutal dan kejam.
“Dagan seorang ahli yang unik,” kata Perdana Menteri Ariel Sharon dalam
sebuah rapat tertutup.
Meir Dagan, Boss Mossad |
“Ia tidak dapat menerima kritik atau bahkan pandangan lain. Ia memperlakukan penentangnya seperti musuh,” ujar seorang mantan anggota Mossad. Dalam beberapa kesempatan, Dagan mengatakan tidak ada seorang pun dalam Mossad pantas menggantikan dirinya.
Dagan memiliki satu ritual saban kali memimpin rapat persiapan sebuah
misi berbahaya. Dalam pertemuan itu, ia akan menunjuk sebuah foto besar
tergantung di tembok ruang kerjanya. Foto seorang pria Yahudi dengan
wajah bermisai dan mengenakan syal sembahyang. Lelaki itu berlutut di
tanah dengan kedua tangann mengepal ke udara. Sepasang matanya menatap
tajam ke depan. Di sampingnya berdiri dua serdadu SS Jerman, seorang
membawa tongkat pemukul dan satu lagi memegang pistol.
“Orang ini adalah kakek saya, Dov Ehrlich,” kata Dagan. Ia lantas
menjelaskan setelah dipotret pada 5 Oktober 1942, Nazi membunuh kakek
bersama keluarganya dan ribuan warga Yahudi di Lukow, sebuah kota kecil
di Polandia.
“Perhatikan foto ini,” ia menegaskan kepada tiap tim Caesaraea akan
menjalan misi. “Ini harus memandu kita bertindak atas nama negara
Israel. Tiap kali memandang foto ini saya bersumpah melakukan apa saja
untuk memastikan yang seperti ini tidak pernah terjadi lagi.”
Meski dianggap berhasil oleh Israel, namun misi pembunuhan Mabhuh juga
banyak cacat. Karena itu, mudah diungkap. Menurut Kepala Kepolisian
Dubai Letnan Jenderal Dhahi Khalfan Tamim, kesalahan terbesar dibuat
Mossad adalah menempatkan dua agennya di lobi Hotel Al Bustan selama
empat jam. Dengan pakaian tenis dan raket di tangan, penyamaran itu
mencurigakan karena terkesan aneh.
Jasad (alm) Mahmud al-Mabhuh (www.qassam.ps) |
Bahkan beberapa di antara mereka memakai jenis serupa dikeluarkan satu perusahaan yang salah seorang komisaris utamanya adalah Yuval Tal, bekas anggota pasukan komando Israel.
Kesalahan lainnya, mereka berkomunikasi dengan satu daftar nomor Austria
ditulis di kertas seukuran telapak tangan. Siapa saja anggota tim ingin
dihubungi, baik di hotel, jalan, atau di Israel, cukup menekan salah
satu nomor dalam daftar itu. Karena nomornya sedikit, maka terdeteksi
ada beberapa nomor digunakan berkali-kali.
Kealpaan serius lainnya adalah memakai paspor palsu negara lain. Mereka
menggunakan identitas orang lain yang memang benar-benar ada. Persoalan
ini selalu dilematis bagi Mossad. Mereka tidak bisa menggunakan paspor
palsu Israel jika sasaran mereka berada di negara tidak memiliki
hubungan diplomatik dengan Israel. Kerap kali, penggunaan dokumen palsu
negara lain menimbulkan ketegangan dengan negara itu. Dalam Operasi
Dubai, Mossad menggunakan 12 paspor palsu Inggris, enam Irlandia, tiga
Australia, dan empat Prancis.
“Zaman dulu mudah bagi kami memakai identitas baru karena belum ada
Internet dan komputer. Kami biasa mengatakan mudah memalsukan paspor
dari sebuah negara yang (sebenarnya) tidak ada!” kata Rafi Eitan, agen
Mossad legendaris kini berusia 80-an tahun.
Source http://yasirmaster.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar