Cukup
disayangkan, apabila bangunan bersejarah yang cukup lama umurnya hancur
karena gempa. Salah satunya adalah makam Raja-raja Imogiri atau tempat
peristirahatan terakhir para Sultan yang pernah memerintah di tanah
Jawa. Bangunan ini berumur sekitar tahun 377 tahun, karena makam ini
dibangun sekitar tahun 1632 dan dibangun oleh Sultan Agung
Hanyakrokusumo. Lokasi makam ini terletak diperbukitan Imogiri kabupaten
Bantul. Menurut salah satu legenda makam ini dibangun oleh Sultan Agung
atas saran dari Sunan Kalijaga.
Bagi
masyarakat Jawa makam Imogiri ini merupakan tempat yang sakral. Tidak
sembarangan orang bisa berbuat seenaknya di makam ini. Oleh karena itu
bagi masyarakat Jawa, makam ini dianggap wingit atau angker. Tentunya
apabila ada pengunjung yang berbuat tidak baik, akan mendapat peristiwa
yang fatal. Tempat ini juga menjadi pusat spiritual masyarakat Jawa pada
umunya.
Sebagai
tempat ziarah makam ini banyak dikunjungi orang. Terutama masyarakat
Jawa yang menjadikan tempat ini sebagai ziarah spiritual untuk menangkap
nuansa mistis. Berbagai aturan diterapkan di lokasi yang dimiliki oleh
dua Kesultanan di Jawa, yaitu Keraton Ngayogyokarto Hadiningngrat dan
Keraton Surakarta. Aturan ini diterapkan untuk lebih menjaga kekusyukan
dan menghormati makam para Sultan. Sebagai tempat yang sakral, bagi
masyarakat yang akan memasuki areal makam harus menggunakan pakaian
Jawa, yang disesuaikan dengan adat Jogja dan Solo.
Bangunan
makam ini cukup unik, karena mencirikan percampuran arsitek
Hindhu-Islam. Banyak elemen-elemen Hindhu yang nampak dari gapura yang
menyerupai Pura. Hal ini disebabkan oleh pengaruh Hindhu yang cukup dan
tertanam kurang kebih 1000 tahun lamanya. Maka saat terjadi peraliran
kekuasaan antara Majapahit ke kerajaan Demak, unsur-unsur Hindhu ikut
terbawa dan salah satunya nampak dalam percampuran bangunan. Selain
terdapatnya unsur Hindhu dalam upacara adat Keraton Jawa, pengaruh
Hindhu sebenarnya juga telah bersatu dengan pola kehidupan masyarakat
Jawa.
Sekitar
6 tahun lalu kota Jogja dilanda gempa yang berkekuatan 6,8 skala
richter. Cukup besar memang sehingga beberapa bangunan yang menjadi
bagian dari makam ini ikut hancur. Mengingat usianya yang cukup tua,
bangunan ini juga menyimpan sejarah panjang pemerintahan Kesultanan
Jawa. Maka dengan mudah saat gempa melanda, bangunan tembok ini juga
ikut roboh. Sebagai bangunan bersejarah, makam ini dilindungi oleh
undang-undang, sehingga perlu perhatian khusus dari pemerintah daerah.
Selain itu bangunan ini menjadi buah mahakarya agung yang dibangun pada
abad 16. Bisa dibayangkan oleh kita, bahwa bangunan ini tidak dibangun
dengan kerangka baja yang hebat seperti dizaman sekarang. Itulah
kehebatan bangsa kita pada waktu itu, bisa membangun sebuah makam dengan
arsitektur yang unik. Maka bangunan makam ini menjadi salah satu cagar
budaya yang tidak lepas dari kepedulian pemerintah untuk menjaganya.
Termasuk juga masyarakat sekitar dapat diminta menjaga kebersihan dan
perlindungannya dari orang yang berbuat vandalisme.
Dengan
robohnya bangunan ini akibat gempa, pemerintah melalui Dinas arkeologi
setempat mulai mendata bangunan yang rusak. Pemerintah cukup tanggap
dengan kondisi yang tidak menguntungkan ini, sebab apabila bengunan ini
dibiarkan rusak, justru akan memperparah proses penataan kembali dan
biaya yang dibutuhkan menjadi lebih besar. Karena kapan lagi masyarakat
akan mengenal sejarah bangsanya, kalau pemerintah tidak peka dengan
kondisi realitas yang terjadi. Dengan mengenal sejarah, masyarakat akan
terbentuk pola pikir dan lebih dewasa dalam menyikapi peristiwa sejarah.
Adolf Nugroho
Adolf Nugroho
Tidak ada komentar:
Posting Komentar